Pasar keuangan global tengah menghadapi tekanan besar akibat kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) yang berada di ambang resesi. Di tengah kekhawatiran ini, investor disarankan untuk mengalokasikan aset mereka ke instrumen yang lebih aman sambil menunggu perkembangan pasar lebih lanjut.
Meskipun sinyal pemangkasan suku bunga dari bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), pekan lalu sempat membuat pasar saham dunia optimis, data ekonomi AS yang memburuk telah menyebabkan anjloknya pasar saham global.
Platform Jual Beli Properti di Jakarta, Tangerang, Surabaya, Batam, Bogor: eCatalog Sinarmas
Laporan penggajian nonpertanian (NFP) bulanan AS menunjukkan bahwa pertumbuhan pekerjaan turun menjadi 114.000 pada Juli dari 179.000 pada Juni. Selain itu, tingkat pengangguran AS naik menjadi 4,3% pada Juli, mengindikasikan kerentanan terhadap resesi.
Akibatnya, bursa saham AS Wall Street mengalami penurunan tajam, yang juga mempengaruhi pergerakan pasar saham global. Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 3,40% atau 248,47 poin ke level 7.059,6.
Manuel Adhy Purwanto, Head of Investment Research di Moduit, mengamati bahwa tekanan di pasar saat ini disebabkan oleh kekhawatiran resesi akibat bank sentral AS yang terlambat menurunkan suku bunga.
Baca Juga: Mau Investasi Apartemen? Berikut Untung Ruginya!
Berdasarkan data ekonomi yang dirilis, seperti PMI Manufaktur AS yang turun ke 46 dan tingkat pengangguran yang naik ke 4,3%, para pelaku pasar menyimpulkan bahwa ancaman resesi meningkat di AS, yang kemudian memicu kekhawatiran akan terjadinya hard landing.
Jika The Fed menaikkan suku bunga dalam jumlah besar, itu dapat menyebabkan resesi yang dikenal sebagai hard landing. Namun, jika The Fed dapat menaikkan suku bunga cukup untuk memperlambat ekonomi dan mengurangi inflasi tanpa menyebabkan resesi, maka itu disebut sebagai soft landing.
Selain itu, tekanan bagi pasar juga disebabkan oleh Bank Sentral Jepang (BoJ) yang kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 0,1% - 0,25% dari rentang sebelumnya 0% - 0,1%. BoJ juga berencana mengurangi program pembelian obligasi, yang menimbulkan aksi jual besar-besaran di pasar saham Jepang (Nikkei) dan mempengaruhi pasar global.
Dengan suku bunga Jepang yang sebelumnya berada di 0% selama 17 tahun, banyak investor global melakukan carry trade dengan mengambil pinjaman dalam Yen dengan bunga rendah dan berinvestasi di negara lain dengan ekspektasi return yang lebih tinggi. Akibatnya, terjadi penyesuaian portofolio oleh investor global.
Cari Apartemen di BSD dengan harga terbaik? Cek disini!