Pada periode 19-23 Agustus 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami lonjakan signifikan sebesar 1,5 persen, mencapai posisi 7.544. Pergerakan IHSG ini dipengaruhi oleh sentimen global dan domestik sepanjang minggu tersebut.
Penguatan IHSG didorong oleh aliran dana dari investor asing yang mencapai sekitar USD 393 juta, atau sekitar Rp 6,12 triliun (mengacu pada kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di angka 15.575). Lonjakan IHSG ini dipicu oleh sektor-sektor saham tertentu, seperti sektor konsumer siklikal dan industri, yang masing-masing mengalami kenaikan sebesar 4,72 persen dan 3,92 persen. Sebaliknya, sektor teknologi dan infrastruktur mengalami penurunan, masing-masing sebesar 0,88 persen dan 0,55 persen.
Platform Jual Beli Properti di Jakarta, Tangerang, Surabaya, Batam, Bogor: eCatalog Sinarmas
Pasar saham domestik cukup aktif minggu ini, dengan berbagai berita global dan domestik mempengaruhi pergerakan pasar. Harapan akan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (the Fed), semakin menguat. Proyeksi menunjukkan kemungkinan empat kali pemangkasan suku bunga pada tahun 2024, setelah revisi data penggajian nonpertanian yang signifikan di AS.
Data klaim pengangguran awal yang diharapkan lebih baik ternyata menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Meskipun data tenaga kerja di AS dirilis setiap minggu, data tunggal tidak cukup untuk memberikan gambaran lengkap mengenai pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, tren data harus diperhatikan untuk penilaian yang lebih akurat.
Menurut Ashmore, tren kenaikan dalam klaim pengangguran awal menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja Amerika Serikat belum menunjukkan perbaikan signifikan. Risalah rapat the Fed yang baru-baru ini dirilis juga menunjukkan nada dovish, mendukung harapan akan penurunan suku bunga.
Cari Rumah di BSD dengan harga terbaik? Cek disini!
Pasar global kini fokus pada pertemuan Jackson Hole yang akan datang, di mana Ketua the Fed, Jerome Powell, diharapkan dapat memberikan pandangan lebih jelas mengenai kebijakan suku bunga ke depan.
Dari sentimen domestik, Ashmore melaporkan bahwa IHSG mencapai level tertinggi baru pada pekan lalu, didorong oleh aksi beli investor asing yang telah mencatatkan total pembelian saham sebesar Rp 10,76 triliun di pasar modal Indonesia. Hingga 23 Agustus 2024, data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa total aksi beli saham oleh investor asing mencapai Rp 12,6 triliun.
Di pasar obligasi, arus dana masuk mencapai Rp 25,79 triliun, di tengah penurunan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun sebesar 43 basis poin menjadi 6,64 persen, dan imbal hasil tenor dua tahun yang turun sebesar 25 basis poin menjadi 6,53 persen sejak Juni 2024. Harapan akan soft landing ekonomi AS dan pemangkasan suku bunga yang akan datang memotivasi investor global untuk mencari aset berisiko di pasar berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Astra International (ASII) yang Mulai Bangkit
Investor asing telah membeli saham Indonesia senilai USD 684 juta pada Agustus 2024, sementara saham di Malaysia sebesar USD 241 juta dan saham di Filipina sebesar USD 105 juta. Namun, saham utama lainnya di Asia mengalami arus keluar, terutama dari India, dengan investor asing keluar dari saham Indonesia sebesar USD 1,8 miliar.
Secara historis, investor asing cenderung memasuki pasar saham Indonesia saat the Fed mulai memangkas suku bunga, kecuali selama periode pandemi COVID-19. Contoh pemangkasan suku bunga antara Januari 2001 hingga Juni 2003, serta September 2007 hingga Desember 2008, menunjukkan arus masuk signifikan di saham Indonesia.
Dari data historis tersebut, tampak ada potensi besar untuk arus dana investor asing yang lebih besar ke saham Indonesia dalam waktu dekat. Meskipun IHSG mencapai level tertinggi sepanjang masa pada pekan lalu, indeks saham utama lainnya, seperti LQ45, IDX30, dan IDX80, masih berada di bawah puncaknya pada Maret 2024. IHSG saat ini didorong oleh saham dengan valuasi tinggi dan sangat fluktuatif, sementara saham likuid lainnya dengan valuasi murah tetap menarik untuk investasi jangka panjang.
Obligasi Indonesia juga tetap menarik pada 2024 karena penurunan imbal hasil. Kami tetap optimis terhadap obligasi bertenor panjang dan merekomendasikan diversifikasi investasi di seluruh saham dan pendapatan tetap untuk mengurangi risiko dan mengoptimalkan portofolio investasi.
Dapatkan juga informasi menarik dan terkini seputar properti, investasi, dan tata cara finansial lainnya di ecatalog.sinarmasland.com.
Promotion
