Surat keterangan tanah (SKT) yang dikeluarkan oleh kepala desa seringkali menjadi bukti penguasaan tanah di banyak daerah Indonesia. Meskipun banyak yang menganggapnya sebagai bukti kuat kepemilikan, sebenarnya SKT hanya berfungsi sebagai dokumen yang menunjukkan riwayat dan penguasaan tanah, bukan bukti mutlak kepemilikan tanah. Surat ini berguna untuk pendaftaran tanah, namun tidak dapat dijadikan jaminan hukum yang sah tanpa adanya sertifikat hak atas tanah.
Secara umum, SKT menjelaskan informasi mengenai batas-batas tanah, identitas penguasanya, dan saksi-saksi terkait. Dokumen ini diterbitkan atas permintaan pemohon dan bisa digunakan dalam pendaftaran tanah di kantor pertanahan. Sebelum terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), SKT mungkin diakui sebagai bukti sah hak atas tanah, namun sekarang, hanya sertifikat tanah yang memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 24/1997 dan Surat Edaran Menteri ATR/BPN No. 1756/15.I/IV/2016, SKT tidak lagi digunakan sebagai dokumen utama dalam pendaftaran tanah. Sebaliknya, SKT hanya berfungsi sebagai petunjuk awal dalam proses pendaftaran.
Keabsahan Jual Beli Tanah dengan SKT
Bagi yang berencana melakukan transaksi jual beli tanah, SKT dari kepala desa masih dapat digunakan sebagai bukti penguasaan tanah, meskipun tidak memiliki kekuatan hukum yang setara dengan sertifikat tanah. Jika kepala desa bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara, transaksi jual beli dapat dilakukan dengan sah. Namun, penting untuk segera mendaftarkan tanah tersebut ke kantor pertanahan untuk memperoleh sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah dan menghindari risiko hukum di masa depan.
Yuk, kunjungi website eCatalog sinarmasland untuk tau informasi lainnya seputar properti. Jangan lupa juga untuk bergabung menjadi pengguna eCatalog!
Cari Rumah dengan harga terbaik? Cek disini!