Pernah dengar istilah BPHTB saat beli rumah atau tanah tapi masih bingung? Padahal, memahami objek BPHTB dan syarat mengurus BPHTB itu penting banget, apalagi kalau kamu lagi proses balik nama atau beli properti.
Platform Jual Beli Properti di Jakarta, Tangerang, Surabaya, Batam, Bogor: eCatalog Sinarmas
Yuk, ketahui arti, objek, tarif, cara hitung, dan syarat mengurus BPHTB di sini!
Pengertian BPHTB
BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Singkatnya, BPHTB adalah pajak yang wajib dibayarkan saat Propers mendapatkan hak milik atas properti, baik berupa tanah maupun bangunan.
Contoh paling umum dari perolehan ini adalah saat Propers membeli rumah, menerima warisan tanah, atau memperoleh hibah bangunan. Nah, di momen itulah kewajiban membayar BPHTB muncul.
Yang perlu Propers tahu, BPHTB hanya dibayarkan satu kali, tepat saat terjadi peralihan hak atas properti dari pihak lain ke Propers. Pajak ini dibebankan kepada pihak pembeli, dan bisa dikatakan fungsinya hampir serupa dengan Pajak Penghasilan (PPh) yang menjadi tanggung jawab penjual.
Jadi, dalam setiap transaksi properti, baik penjual maupun pembeli punya peran masing-masing dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Dulunya, pengelolaan BPHTB berada di bawah pemerintah pusat. Tapi sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengelolaannya diserahkan ke pemerintah daerah (pemda). Artinya, tiap daerah kini bisa punya aturan teknis sendiri terkait pengurusan dan pembayaran BPHTB.
Jadi, penting banget buat Propers untuk mengecek peraturan daerah setempat sebelum mengurus dokumen perpajakan ini.
Objek BPHTB
Objek BPHTB bukan cuma jual beli rumah, lho, Propers. Ada beberapa jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan yang termasuk objek pajak ini, yaitu:
- Jual beli (yang paling umum terjadi)
- Tukar-menukar
- Hibah (baik hibah biasa maupun hibah wasiat)
- Warisan
- Pemasukan dalam badan usaha
- Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
- Putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap
- Penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha
- Hadiah
- Hibah Wasiat
Jadi, setiap kali ada peralihan hak atas properti, Propers harus siap-siap menghadapi yang namanya BPHTB.
Cari Rumah dengan harga terbaik? Cek disini!
Tarif BPHTB
Tarif BPHTB ditentukan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Cara menghitungnya yaitu dengan mengurangi harga jual properti (atau nilai transaksi) dengan NPOPTKP, yang merupakan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Artinya, ada batas nilai tertentu dari properti yang tidak dikenakan BPHTB, dan sisanya baru dihitung 5% untuk pajaknya. Ketentuan ini diatur secara resmi dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), sehingga dasar hukumnya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Tapi ingat ya, Propers, angka NPOTKP bisa berbeda tergantung kebijakan dari pemerintah daerah masing-masing. Jadi, sangat penting untuk mengecek nilai NPOPTKP yang berlaku di wilayah tempat properti berada, misalnya dengan datang ke kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) atau cek informasi resminya secara online.
Baca Juga Artikel Terkait Tips Properti: Panduan Rumah Tipe 45: Luas, Harga, Denah, & Kelebihan
Cara Menghitung BPHTB
Biar lebih jelas, yuk kita lihat cara menghitung BPHTB:
Rumus dasar BPHTB:
(NPOP - NPOPTKP) x 5%
Besarnya NPOPTKP berbeda-beda di tiap daerah, tergantung kebijakan pemerintah daerah. Namun, berdasarkan Pasal 87 ayat (4) dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, batas minimal NPOPTKP secara nasional adalah Rp60 juta untuk setiap wajib pajak.
Menariknya, jika perolehan hak atas tanah atau bangunan berasal dari warisan atau hibah wasiat, dan diberikan kepada anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah (seperti anak atau istri), maka NPOPTKP-nya naik menjadi minimal Rp300 juta.
Contoh: Misalnya Propers beli rumah seharga Rp500.000.000, dan NPOPTKP di daerah tersebut adalah Rp60.000.000.
Maka:
- NPOP = Rp500.000.000
- NPOPKP = Rp500.000.000 - Rp60.000.000 = Rp440.000.000
- BPHTB = 5% x Rp440.000.000 = Rp22.000.000
Jadi, Propers perlu membayar BPHTB sebesar Rp22 juta saat proses balik nama hak atas tanah atau bangunan.
Syarat Mengurus BPHTB
Saat Propers melakukan transaksi jual beli tanah atau bangunan, ada beberapa dokumen penting yang harus disiapkan untuk mengurus BPHTB. Berikut daftar persyaratannya:
- Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB
- Fotokopi SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) untuk tahun berjalan
- Fotokopi KTP atas nama wajib pajak (pembeli)
- Bukti pembayaran PBB 5 tahun terakhir, bisa berupa fotokopi STTS atau struk ATM
- Fotokopi bukti kepemilikan tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik
Jika Propers memperoleh tanah atau bangunan melalui hibah atau warisan, maka syarat BPHTB sedikit berbeda. Berikut dokumen yang perlu disiapkan:
- SSPD BPHTB
- Fotokopi SPPT PBB untuk tahun berjalan
- Fotokopi KTP atas nama wajib pajak
Bukti pembayaran PBB 5 tahun terakhir (STTS atau struk ATM)
- Fotokopi bukti kepemilikan tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik
- Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah
Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
Ketentuan BPHTB
Untuk memastikan proses peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sah secara hukum, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris berperan penting dalam pembuatan akta pemindahan hak.
Proses ini diatur dalam Pasal 91 dan 92 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
Ada beberapa ketentuan penting yang harus Propers perhatikan saat mengurus BPHTB, yaitu:
- Bukti Pembayaran BPHTB adalah Syarat Wajib
PPAT atau notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak jika pembeli telah menyerahkan bukti pembayaran BPHTB. Ini menjadi langkah pertama dalam proses legalitas kepemilikan properti.
- Lelang Juga Wajib Disertai Bukti Bayar
Kepala kantor yang menangani pelayanan lelang negara dan pertanahan juga wajib memastikan bukti pembayaran BPHTB sudah diterima sebelum menandatangani risalah lelang perolehan hak.
- Kewajiban Pelaporan ke Pemerintah Daerah
Setelah akta atau risalah lelang dibuat, PPAT atau pejabat terkait wajib melaporkan dokumen tersebut kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Jika PPAT, notaris, atau pejabat lelang tidak mematuhi ketentuan terkait BPHTB, mereka dapat dikenakan sanksi administratif, sesuai Pasal 93 UU PDRD:
- Denda untuk PPAT/Notaris: Rp7.500.000 per pelanggaran
- Denda untuk Pejabat Lelang: Rp250.000 per laporan yang tidak sesuai ketentuan
Cara Mengurus BPHTB Secara Online
Untuk mempermudah proses pengurusan BPHTB, Propers dapat memanfaatkan layanan e-BPHTB yang disediakan oleh pemerintah daerah masing-masing.
Berikut adalah langkah-langkah umum untuk mengurus BPHTB secara online:
- Registrasi Akun: Kunjungi situs e-BPHTB pemerintah daerah setempat dan lakukan pendaftaran untuk membuat akun.
- Login ke Sistem: Setelah memiliki akun, masuk ke sistem e-BPHTB menggunakan kredensial yang telah didaftarkan.
- Input NOP PBB-P2: Masukkan Nomor Objek Pajak (NOP) PBB-P2 yang akan diproses. Sistem akan memverifikasi status tagihan PBB-P2.
- Isi Formulir SSPD BPHTB: Lengkapi formulir Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB dengan data yang diperlukan, seperti:
- Nama dan NIK Wajib Pajak atau NPWP Badan
- Alamat sesuai KTP atau domisili usaha
- NOPD PBB-P2
- Jenis perolehan hak tanah/bangunan
- Nomor sertifikat atau nomor keputusan kepala kantor pertanahan
- Harga transaksi, nilai pasar, atau nilai lelang
- Luas tanah/bangunan, NJOP per meter persegi
- Pilih Metode Pembayaran: Setelah formulir terisi, pilih metode pembayaran yang disediakan untuk mendapatkan kode bayar.
- Lakukan Pembayaran: Bayarkan BPHTB sesuai kode bayar melalui kanal pembayaran yang tersedia.
- Unggah Dokumen Pendukung: Setelah pembayaran, unggah dokumen pendukung seperti Akta Jual Beli (AJB) yang telah ditandatangani.
- Cetak SSPD Terlaporkan: Setelah semua proses selesai, Propers dapat mencetak SSPD BPHTB elektronik sebagai bukti pelaporan.
Jadi, Propers, sekarang sudah lebih paham kan soal apa itu BPHTB, objeknya, tarif yang berlaku, hingga cara mengurus BPHTB secara online? Meskipun kelihatannya ribet, pungutan bea ini adalah bagian penting dari proses legalitas kepemilikan properti.
Jangan sampai telat atau lupa bayar, karena bisa menghambat proses balik nama bahkan menimbulkan denda. Semoga bermanfaat!
Yuk, kunjungi website eCatalog sinarmasland untuk tau informasi lainnya seputar properti. Jangan lupa juga untuk bergabung menjadi pengguna eCatalog!